Pancasila dan Identitas
Nasional
Ø Dinamika Perumusan Dasar
Negara
Proses perumusan dasar negara Pancasila
dimulai dalam sidang-sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, selanjutnya disebut BPUPK) dilanjutkan dalam
sidang-sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (selanjutnya disebut
PPKI).
Secara ideologis dan corak aspirasi
politik (bukan atas dasar agama yang dipeluk oleh anggotanya) berbagai partai
politik yang berkembang di masa pergerakan dapat dikelompokan menjadi tiga
yaitu : (a) golongan Marxis/Komunis, (b) golongan Nasionalis, dan (c) golongan
Islam.
Golongan Marxis/Komunis memperjuangkan
terwujudnya negara komunis, golongan Islam ingin mewujudkan negara Islam, dan
golongan Nasionalis/Kebangsaan ingin mewujudkan negara Kebangsaan.
Dalam proses pergumulan
persoalan-persoalan dasar kehidupan negara, partai-partai Islam cenderung
menonjolkan dimensi vertikal berdasarkan agama Islam, sedangkan kaum kebangsaan
mengajukan gagasan persatuan, kebangsaan, kekeluargaan, kolektivisme dan
gotong-royong. Didalam tubuh golongan nasionalis ini terdapat pula para
penganut ideologi-ideologi modern, yang mulai berkembang di dunia Barat tetapi
cepat menyebar luas di seluruh Asia (Jepang, Tiongkok, dan India pada waktu
itu), dan menyumbangkan gagasan kerakyatan, hak-hak dasar sosialisme.
Sidang pertama, berlangsung tanggal 29
Mei sampai dengan 1 Juni 1945, BPUPK membahas soal dasar negara, yaitu suatu ‘philosophische grondslag atau dasar
falsafah, yaitu pikiran yang sedalam-dalamnya, untuk diatasnya didirikan gedung
Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi’. Dasar seperti itu dipandang perlu
karena negara sebagai suatu organisasi hanya akan berfungsi dengan baik apabila
terdapat suatu gambaran yang jelas tentang hakekat, dasar dan tujuannya.
Tentang dasar negara ada tiga anggota yang berpendapat, yaitu Muh. Yamin
(tanggal 29 Mei 1945), Soepomo (tanggal 31 Mei 1945), dan Soekarno yang
berpidato pada hari terakhir masa sidang pertama BPUPK, 1 Juni 1945.
Ø Masalah Hubungan Negara dan
Agama
Menurut Soepomo (dari kubu Nasionalis)
rencana UUD yang memuat persatuan agama dan negara tentu akan ditolak oleh
badan perwakilan, berarti demokrasi ditinggalkan. Bagi Soekarno hanya ada dua
alternatif dalam hubungan ini yaitu “persatuan
staat-agama tetapi zonder democratie, atau democratie tetapi staat dipisahkan
dari agama?”
Sejak saat itu persoalan hubungan negara
dan agama menjadi bahan wacana antara golongan Nasionalis dsn Islam. Dari sisi
kelompok Islam wacana tersebut mengarahkan pada cita-cita mendirikan negara
Islam. Pada akhir 1920-an pemimpin Sarekat Islam seperti Surjopranoto dan
Sukiman Wirjosanjojo mulai berbicara tentang “een Islamietische Regeering” (suatu pemerintahan Islam) atau “een eigen Islamietische bestuur onder een eigen
vlag” (suatu kekuasaan Islam dibawah benderanya sendiri). Sukiman kemudian
dikenal sebagai tokoh Masyumi dengan kalimatnya yang khas: “menciptakan negara Islam di Indonesia adalah tujuan kemerdekaan”.
Natsir menentang gagasan Soekarno
mengenai pemisahan antara urusan agama dan urusan negara. Ada 2 alasan Natsir
memperjuangkan Islam sebagai ideologi negara, yaitu: 1) karena Islam mengatur
tidak saja soal hubungan manusia dengan Tuhan melainkan juga mengatur kehidupan
sosial, politik atau bahkan ekonomi. 2) karena mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam, sehingga ada kewajiban bagi mereka untuk menjadikan Islam
sebagai ideologi negara.
Pada persidangan I BPUPK (29 Mei – 1
Juni) hanya gagasan kaum kebangsaanlah yang muncul kepermukaan. Pada tanggal 31
Mei 1945 Prof Soepomo mengemukakan usulan tentang dasar negara yang antara lain
menegaskan bahwa urusan negara harus dipisahkan dari urusan agama. Alasannya
(a) secara geografis Indonesia tidak terletak di lingkungan negara keIslaman;
(b) kita tidak perlu mewarisi pertikaian yang masih timbul dikalangan
negara-negara Islam sendiri; dan (c) jika kita mendirikan negara Islam maka
berarti kita tidak mendirikan negara persatuan.
Ø Masalah Hubungan Antar
Bangsa
Perbincangan tentang hubungan antara
bangsa tidak begitu kontroversial dalam wacana politik di masa pergerakan.
Aspirasi mengenai hubungan antar bangsa ini hanya secara implisit muncul pada
saat terjadi polemik antara Soekarno (dari kelompok kebangsaan) dan Salim (dari
kelompok Islam) tentang kebangsaan.
Kebangsaan dalam pengertian Soekarno
tidaklah sama dengan kebangsaan yang terdapat di negeri-negeri Barat melainkan
kebangsaan yang toleran, yang berperi-kemanusiaan, yang tidak membenci pada
bangsa-bangsa lain. Hubungan antar bangsa yang dikehendaki oleh Siekarno adalah
hubungan yang sama derajat, tidak saling meniadakan atau saling menyerang, dan
tidak dilandasi oleh chauvinisme.
Dalam Sidang I BPUPK, tanggal 29 Mei s/d
1 Juni 1945, prinsip hubungan antara bangsa juga dikemukakan sebagai salah satu
unsur dasar negara.
Ø Masalah Kebangsaan/Hakikat
Negara Bangsa
Kesadarn tentang kebangsaan Indonesia
sesungguhnya sudah tersirat dari lahirnya berbagai organisasi pergerakan sejak
tahun 1908. Organisasi-organisasi itu lahir atas kesadaran bahwa perjuangan
yang bersifat kedaerahan, kesuku-bangsaan atau golongan saja tidaklah mencukupi
untuk mengusir penjajah.
Kesadaran kebangsaan, kesadaran bahwa
suku-suku yang berbeda-beda itu adalah satu bangsa, kemudian terkristal dalam
Sumpah Pemuda tahun 1928. Melalui Sumpah Pemuda generasi muda Indonesia
mengakui bahwa mereka adalah bagian satu bangsa yang satu yaitu bangsa
Indonesia, yang menggunakan satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia, dan hidup
di wilayah yang satu yaitu tanah air Indonesia.
Penggunaan rumusan sila Persatuan
Indonesia sebagai pengganti sila kebangsaan, dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
Indonesia itu satu, tidak terbagi-bagi.
Ø Masalah Pemilik Kedaulatan
Dalam Negara
Cita-cita kehidupan bernegara dimana
rakyat menjadi pemilik kedaulatan dalam negara, cita-cita demokrasi, sudah
mulai berkembang dikalangan pemimpin bangsa kita, ketika mereka berjuang
mengusir penjajah melalui organisasi sosial politik. Perkembangan aspirasi
mengenai kehidupan demokrasi dimasa pergerakan ditandai oleh tiga hal pokok
yaitu (a) kebangkitan kesadaran akan hak kebebasan untuk menyatakan pendapat,
(b) berkembangnya aspirasi mengenai sistem kepartaian, dan (c) berkembangnya
aspirasi mengenai sistem pemerintahan.
Masalah sistem pemerintahan (parlementer
atau presidensil) sebenarnya telah menjadi pergumulan organisasi-organisasi
pergerakan dimasa pergerakan nasional. Aspirasi tentang sistem pemerintahan itu
dapat digolongkan menjadi dua yaitu (1) yang menginginkan sistem pemerintahan
perlementer, (2) yang menginginkan sistem pemerintahan presidensil.
Ø Masalah Tujuan Negara
Pembicaraan tentang tujuan negara tidak
menyita banyak perdebatan selama proses perumusan dasar negara Pancasila. Hal
itu dapat kita pahami karena cita-cita tentang kesejahteraan hidup bersama
sebenarnya merupakan hal yang selalu berkembang dalam kehidupan manusia
disegala jaman.
Menurut Soekarno :
1. Demokrasi
yang dijalankan di negara-negara Eropa dan Amerika hanya demokrasi dibidang
politik saja dan tidak mencakup demokrasi dibidang ekonomi.
2. Prinsip
kesejahteraan sebagai prinsip dasar keempat dalam Indonesia merdeka merupakan
prinsip demokrasi dibidang ekonomi untuk tercapainya kesejahteraan bersama
melalui persamaan dibidang ekonomi.
3. Apabila
prinsip demokrasi dikaitkan dengan prinsip keadilan sosial, maka selain menghendaki
persamaan politik demokrasi juga persamaan ekonomi.
Ø Rumusan Definitif Dasar
Negara Pancasila
Rumusan definitif dasar negara Pancasila
baru terbentuk dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945. Proses pematangannya sudah
dimulai sehari sebelumnya, tepatnya sore hari tanggal 17 Agustus 1945 sesudah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.
Dalam sidang PPKI persoalan demokrasi
sebagai dasar hidup bernegara tidaklah terlalu diperdebatkan. Hal ini dapat
dipahami karena masalah ini sudah menjadi bahan perbincangan bahkan sejak masa
pergerakan nasional. Demikian juga beberapa persoalan yang menyangkut
operasionalisasi ide itu sudah terbahas dalam sidang-sidang BPUPK II tanggal 10
s/d 16 Juli 1945.
Rumusan Pancasila dasar negara yang
termuat dalam pembukaan UUD 1945 adalah :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar