Rabu, 09 April 2014

Pancasila dan Identitas Nasional

Pancasila dan Identitas Nasional

Ø  Dinamika Perumusan Dasar Negara
Proses perumusan dasar negara Pancasila dimulai dalam sidang-sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, selanjutnya disebut BPUPK) dilanjutkan dalam sidang-sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (selanjutnya disebut PPKI).
Secara ideologis dan corak aspirasi politik (bukan atas dasar agama yang dipeluk oleh anggotanya) berbagai partai politik yang berkembang di masa pergerakan dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu : (a) golongan Marxis/Komunis, (b) golongan Nasionalis, dan (c) golongan Islam.
Golongan Marxis/Komunis memperjuangkan terwujudnya negara komunis, golongan Islam ingin mewujudkan negara Islam, dan golongan Nasionalis/Kebangsaan ingin mewujudkan negara Kebangsaan.
Dalam proses pergumulan persoalan-persoalan dasar kehidupan negara, partai-partai Islam cenderung menonjolkan dimensi vertikal berdasarkan agama Islam, sedangkan kaum kebangsaan mengajukan gagasan persatuan, kebangsaan, kekeluargaan, kolektivisme dan gotong-royong. Didalam tubuh golongan nasionalis ini terdapat pula para penganut ideologi-ideologi modern, yang mulai berkembang di dunia Barat tetapi cepat menyebar luas di seluruh Asia (Jepang, Tiongkok, dan India pada waktu itu), dan menyumbangkan gagasan kerakyatan, hak-hak dasar sosialisme.
Sidang pertama, berlangsung tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, BPUPK membahas soal dasar negara, yaitu suatu ‘philosophische grondslag atau dasar falsafah, yaitu pikiran yang sedalam-dalamnya, untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi’. Dasar seperti itu dipandang perlu karena negara sebagai suatu organisasi hanya akan berfungsi dengan baik apabila terdapat suatu gambaran yang jelas tentang hakekat, dasar dan tujuannya. Tentang dasar negara ada tiga anggota yang berpendapat, yaitu Muh. Yamin (tanggal 29 Mei 1945), Soepomo (tanggal 31 Mei 1945), dan Soekarno yang berpidato pada hari terakhir masa sidang pertama BPUPK, 1 Juni 1945.


Ø  Masalah Hubungan Negara dan Agama
Menurut Soepomo (dari kubu Nasionalis) rencana UUD yang memuat persatuan agama dan negara tentu akan ditolak oleh badan perwakilan, berarti demokrasi ditinggalkan. Bagi Soekarno hanya ada dua alternatif dalam hubungan ini yaitu “persatuan staat-agama tetapi zonder democratie, atau democratie tetapi staat dipisahkan dari agama?”

Sejak saat itu persoalan hubungan negara dan agama menjadi bahan wacana antara golongan Nasionalis dsn Islam. Dari sisi kelompok Islam wacana tersebut mengarahkan pada cita-cita mendirikan negara Islam. Pada akhir 1920-an pemimpin Sarekat Islam seperti Surjopranoto dan Sukiman Wirjosanjojo mulai berbicara tentang “een Islamietische Regeering” (suatu pemerintahan Islam) atau “een eigen Islamietische bestuur onder een eigen vlag” (suatu kekuasaan Islam dibawah benderanya sendiri). Sukiman kemudian dikenal sebagai tokoh Masyumi dengan kalimatnya yang khas: “menciptakan negara Islam di Indonesia adalah tujuan kemerdekaan”.
Natsir menentang gagasan Soekarno mengenai pemisahan antara urusan agama dan urusan negara. Ada 2 alasan Natsir memperjuangkan Islam sebagai ideologi negara, yaitu: 1) karena Islam mengatur tidak saja soal hubungan manusia dengan Tuhan melainkan juga mengatur kehidupan sosial, politik atau bahkan ekonomi. 2) karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga ada kewajiban bagi mereka untuk menjadikan Islam sebagai ideologi negara.
Pada persidangan I BPUPK (29 Mei – 1 Juni) hanya gagasan kaum kebangsaanlah yang muncul kepermukaan. Pada tanggal 31 Mei 1945 Prof Soepomo mengemukakan usulan tentang dasar negara yang antara lain menegaskan bahwa urusan negara harus dipisahkan dari urusan agama. Alasannya (a) secara geografis Indonesia tidak terletak di lingkungan negara keIslaman; (b) kita tidak perlu mewarisi pertikaian yang masih timbul dikalangan negara-negara Islam sendiri; dan (c) jika kita mendirikan negara Islam maka berarti kita tidak mendirikan negara persatuan.


Ø  Masalah Hubungan Antar Bangsa
Perbincangan tentang hubungan antara bangsa tidak begitu kontroversial dalam wacana politik di masa pergerakan. Aspirasi mengenai hubungan antar bangsa ini hanya secara implisit muncul pada saat terjadi polemik antara Soekarno (dari kelompok kebangsaan) dan Salim (dari kelompok Islam) tentang kebangsaan.
Kebangsaan dalam pengertian Soekarno tidaklah sama dengan kebangsaan yang terdapat di negeri-negeri Barat melainkan kebangsaan yang toleran, yang berperi-kemanusiaan, yang tidak membenci pada bangsa-bangsa lain. Hubungan antar bangsa yang dikehendaki oleh Siekarno adalah hubungan yang sama derajat, tidak saling meniadakan atau saling menyerang, dan tidak dilandasi oleh chauvinisme.
Dalam Sidang I BPUPK, tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945, prinsip hubungan antara bangsa juga dikemukakan sebagai salah satu unsur dasar negara.


Ø  Masalah Kebangsaan/Hakikat Negara Bangsa
Kesadarn tentang kebangsaan Indonesia sesungguhnya sudah tersirat dari lahirnya berbagai organisasi pergerakan sejak tahun 1908. Organisasi-organisasi itu lahir atas kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat kedaerahan, kesuku-bangsaan atau golongan saja tidaklah mencukupi untuk mengusir penjajah.
Kesadaran kebangsaan, kesadaran bahwa suku-suku yang berbeda-beda itu adalah satu bangsa, kemudian terkristal dalam Sumpah Pemuda tahun 1928. Melalui Sumpah Pemuda generasi muda Indonesia mengakui bahwa mereka adalah bagian satu bangsa yang satu yaitu bangsa Indonesia, yang menggunakan satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia, dan hidup di wilayah yang satu yaitu tanah air Indonesia.
Penggunaan rumusan sila Persatuan Indonesia sebagai pengganti sila kebangsaan, dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Indonesia itu satu, tidak terbagi-bagi.


Ø  Masalah Pemilik Kedaulatan Dalam Negara
Cita-cita kehidupan bernegara dimana rakyat menjadi pemilik kedaulatan dalam negara, cita-cita demokrasi, sudah mulai berkembang dikalangan pemimpin bangsa kita, ketika mereka berjuang mengusir penjajah melalui organisasi sosial politik. Perkembangan aspirasi mengenai kehidupan demokrasi dimasa pergerakan ditandai oleh tiga hal pokok yaitu (a) kebangkitan kesadaran akan hak kebebasan untuk menyatakan pendapat, (b) berkembangnya aspirasi mengenai sistem kepartaian, dan (c) berkembangnya aspirasi mengenai sistem pemerintahan.
Masalah sistem pemerintahan (parlementer atau presidensil) sebenarnya telah menjadi pergumulan organisasi-organisasi pergerakan dimasa pergerakan nasional. Aspirasi tentang sistem pemerintahan itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu (1) yang menginginkan sistem pemerintahan perlementer, (2) yang menginginkan sistem pemerintahan presidensil.


Ø  Masalah Tujuan Negara
Pembicaraan tentang tujuan negara tidak menyita banyak perdebatan selama proses perumusan dasar negara Pancasila. Hal itu dapat kita pahami karena cita-cita tentang kesejahteraan hidup bersama sebenarnya merupakan hal yang selalu berkembang dalam kehidupan manusia disegala jaman.
Menurut Soekarno :
1.    Demokrasi yang dijalankan di negara-negara Eropa dan Amerika hanya demokrasi dibidang politik saja dan tidak mencakup demokrasi dibidang ekonomi.
2.    Prinsip kesejahteraan sebagai prinsip dasar keempat dalam Indonesia merdeka merupakan prinsip demokrasi dibidang ekonomi untuk tercapainya kesejahteraan bersama melalui persamaan dibidang ekonomi.
3.    Apabila prinsip demokrasi dikaitkan dengan prinsip keadilan sosial, maka selain menghendaki persamaan politik demokrasi juga persamaan ekonomi.

Ø  Rumusan Definitif Dasar Negara Pancasila
Rumusan definitif dasar negara Pancasila baru terbentuk dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945. Proses pematangannya sudah dimulai sehari sebelumnya, tepatnya sore hari tanggal 17 Agustus 1945 sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.
Dalam sidang PPKI persoalan demokrasi sebagai dasar hidup bernegara tidaklah terlalu diperdebatkan. Hal ini dapat dipahami karena masalah ini sudah menjadi bahan perbincangan bahkan sejak masa pergerakan nasional. Demikian juga beberapa persoalan yang menyangkut operasionalisasi ide itu sudah terbahas dalam sidang-sidang BPUPK II tanggal 10 s/d 16 Juli 1945.
Rumusan Pancasila dasar negara yang termuat dalam pembukaan UUD 1945 adalah :
1.    Ketuhanan Yang Maha Esa
2.    Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3.    Persatuan Indonesia
4.    Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5.    Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia