Konservasi Bangunan Bersejarah di
Jawa tengah
Lawang Sewu, Semarang
Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan
kantor dari Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun
1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang
dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat
menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut
memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak
sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar,
sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan
megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan
Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia.
Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer
(Kodam IV/Diponegoro)
dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa
perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika
berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober -
19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara
pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan
Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat
Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah
satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut
dilindungi.
Saat ini bangunan tua
tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh
Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.
SEJARAH LAWANG SEWU

Lawang Sewu adalah salah satu
bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, pada 27
Februari 1904. Awalnya bangunan tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het
Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor
Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi
perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS. Namun pertumbuhan jaringan
perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya membutuhkan penambahan
jumlah personel teknis dan bagian administrasi yang tidak sedikit seiring
dengan meningkatnya aktivitas perkantoran. Salah satu akibatnya kantor
pengelola di Stasiun Samarang NIS menjadi tidak lagi memadai. NIS pun menyewa
beberapa bangunan milik perseorangan sebagai jalan keluar sementara. Namun hal
tersebut dirasa tidak efisien. Belum lagi dengan keberadaan lokasi Stasiun
Samarang NIS yang terletak di kawasan rawa-rawa hingga urusan sanitasi dan
kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Kemudian diputuskan untuk membangun
kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu
berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung
Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan
Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal). NIS mempercayakan rancangan
gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft)
dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses
perancangan dilakukan di Negeri Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke
kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan
denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula
kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangi di Amsterdam tahun 1903.
KONSERVASI BANGUNAN
LAWANG SEWU
Konservasi
dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menghambat atau melindungi bangunan
dari pengaruh penyebab kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang usia
bangunan. Bidang konservasi mempunyai tugas yang penting dalam pemugaran
bangunan cagar budaya yaitu sejak sebelum pemugaran, pelaksanaan pemugaran dan
setelah pemugaran selesai. Di dalam studi pemugaran gedung Lawang Sewu
ini, bidang konservasi melaksanakan pekerjaan observasi kerusakan bahan
bangunan, rencana penanganan termasuk bahan konservasi yang digunakan.
KERUSAKAN
BAHAN BANGUNAN
Observasi bahan bangunan gedung
Lawang Sewu dilakukan secara detail bagian per bagian, ruang per ruang, jenis
bahan yang digunakan mulai dari fondasi, lantai, dinding, pintu, jendela,
plafon sampai atap bangunan.
Kerusakan berdasarkan
hasil observasi adalah sebagai berikut :
Kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan faktor
konstruksi dan struktur bangunan itu sendiri maupun faktor dari luar. Kerusakan
jenis ini banyak dijumpai pada lantai (tegel keramik banyak yang lepas, retak
dan pecah)
Kerusakan fisis
Jenis kerusakan ini disebabkan oleh
faktor eksternal seperti angin, hujan dan terik matahari. Hampir seluruh
komponen bangunan tembok Lawang Sewu dari lantai 1 sampai 3 mengalami kerusakan
yang disebabkan oleh faktor ini sehingga tampak aus, rapuh, kusam dan
mengelupas. Selain itu komponen bahan bangunan dari kayu seperti pintu,
jendela, kayu blandar dan sebagainya juga rentan rusak akibat faktor ini.
Kerusakan khemis
Kerusakan ini terutama disebabkan
oleh air hujan yang mengakibatkan oksidasi terutama pada bahan bangunan yang
terbuat dari besi atau seng. Lambat laut bahan bangunan tersebut akan hancur
apabila tidak segera ditangani secara tepat.
Kerusakan bio khemis
Pengamatan selama studi dijumpai
bahwa pada atap bangunan gedung Lawang Sewu banyak dihuni kelelawar. Kotoran
kelelawar yang berserakan di lantai atau pada plafon bangunan apabila dalam
kondisi lembab akan bereaksi dengan H2O. Sulfat yang terkandung
dalam kotoran kelelawar akan berubah menjadi H2So4yang
mengakibatkan mempercepat kerusakan bahan-bahan bangunan yang terbuat dari
besi, kayu dan spesi tembok. Kerusakan bio khemis lainnya terdapat pada
papan-pan kayu hiasan.
KONDISI BANGUNAN
Pengamatan terhadap kondisi bangunan
Gedung Lawang Sewu meliputi bagian fondasi, lantai, pintu, Jendela, dinding
tembok, plafon dan atap. Berikut disampaikan hasil pengamatan terhadap
masing-masing komponen bangunan tersebut :
Fondasi
Fondasi masih sangat kokoh, tidak
dijumpai adanya retakan, pecah, melesak dan geser. Adanya ventilasi yang
tersumbat pada bagian fondasi perlu mendapat perhatian.
Lantai
Lantai bangunan gedung Lawang Sewu
dilapisi dengan ubin keramik ukuran 15 x 15 cm dengan warna variasi
abu-abu, merah, hitam, hijau dan putih. Lantai seperti ini terdapat pada
ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan dan selasar sisi luar. Pada ruang utama lantai
terbuat dari marmer putih ukuran 55 x 55 cm dengan dihiasi lis serta
marmer berwarna hitam ukuran 20 x 55 cm. Lantai pada bangunan lantai 3 hanya di
floor biasa dengan kondisi hampir 100 % rusak.
Lantai ubin secara
umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan
rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak
dan pecah.
Pintu dan Jendela
Bahan yang digunakan untuk pintu dan
jendela adalah kayu jati dengan kualitas baik. Lubang ventilasi kayu di atas
pintu hampir semuanya kosong dan kacanya banyak yang pecah. Kerusakan terparah
akibat vandalisme adalah daun pintu dan daun jendela banyak yang hilang. Selain
itu engsel-engsel dalam kondisi aus.
Dinding Tembok
Dinding terbuat dari susunan batu
bata berspesi dan diberi acian. Bahan bata kondisinya masih cukup baik,
namun acian dan cat sebagian besar kusam, lapuk dan mengelupas. Dari hasil
pengamatan selama studi, dinding tembok Gedung Lawang Sewu telah mengalami
pengecatan berkali-kali dengan warna putih – hitam – kuning krem – putih. Warna
asli bangunan dilihat dari strata warna cat terdalam adalah putih.
Plafon
Plafon Lantai 1 merupakan bagian
dari lantai 2 yang dibuat variasi lengkung dengan perkuatan balok-balok besi
melintang dan membujur. Balok-balok besi sudah berkarat dan acian di bawahnya
rusak.
Plafon lantai 2 pada
bagian koridor kanan – kiri terbuat dari kayu jati dengan balok-balok perkuatan
juga terbuat dari kayu jati. Kondisi secara umum masih cukup baik, namun
terdapat beberapa bagian papan kayunya hilang, aus dan lapuk sehingga
diperlukan penggantian.
Plafon bangunan lantai
3 semuanya terbuat dari papan kayu jati. Secara umum kondisinya masih cukup
baik hanya perlu pembenahan dan perawatan secara menyeluruh.
Atap
|
Atap bangunan gedung Lawang Sewu
menggunakan bahan genting dengan kualitas sangat baik. Bagian atap yang
mengalami kerusakan hampir seluruhnya adalah talang air yang terbuat dari
seng. Sedangkan talang yang terbuat dari besi kerusakan berupa adanya
lubang-lubang kecil akibat korosi dan karat. Pipa pembuangan air dari talang
menuju ke bawah yang terbuat dari besi kondisinya masih cukup baik.
Konstruksi penyangga atap terbuat dari
besi terutama bagian kuda-kudanya. Perkuatan dengan menggunakan balok-balok
kayu jati ukuran 15 x 20 cm dengan panjang bervariasi. Balok-balok perkuatan
kuda-kuda 95 % hilang.
|
Konstruksi atap gedung
A tidak menggunakan usuk. Reng yang berukuran 3 x 4 cm melekat pada papan
plafon yang langsung ditutup dengan genting.
Bubungan atap
menggunakan genting krepus. Kondisi bilah krepus masih baik hanya acian dan
spesi genting krepus 100 % pecah dan retak. Sedangkan pada bagian atap menara
bangunan ditutup dengan bahan besi yang dibentuk menyerupaim kubah dimana
kondisinya sudah pecah dan aus.
KOMSERVASI LAWANG SEWU
Tahapan Revitalisasi
Gedung Lawang Sewu tahun 2009 – 2011
Berdasarkan trilogi
teknik konservasi tentang :
1.
Pemahaman tentang kaidah dan estetika
konservasi (nasional maupun
internasional)
2.
Pemahaman tentang factor-faktor
intrinsic dan ekstrinsik penyebab kerusakan
dan pelapukan bangunan
3.
Perlakukan metode diagnostic dalam
melakukan kajian-kajian teknik konservasi
Maka setelah pekerjaan
pendataan kerusakan bangunan A dan C, gedung Lawang Sewu direkomendasikan
langlah-langkah lanjutan yang seyogyanya dilaksanakan :
·
Tahap I : Melakukan pendatanaan
kerusakan bangunan B dan bangunan pendukung
lainnya
·
Tahap II : Melakukan Studi Kelayakan
Konservasi. Secara strategis diperlukan
sebagai pemandu mencapai sasaran akhir sebuah pekerjaan pelestarian. Menyangkut kajian Sejarah Sosial, Budaya, Hukum,
Ekonomi dan Pemasaran,
Lingkungan, Fungsi Baru (re-use/adaptive use), Arkeologi – Arsitektur (bahan bangunan,
struktur bangunan, proses degradasi bahan) serta
Studi Teknik Konservasi.
·
Tahap III : Stakeholder Forum dan
Sosialisasi. Upaya mewadahi pikiran- pikiran
cerdas dan kreatif dalam upaya melestarikan bangunan Lawan Sewu agar menjadi sumber daya budaya
yang mampu menumbuhkan pengetahuan
dan ekonomi masyarakat.
·
Tahap IV : Melakukan Perencanaan
Konservasi (Teknis / Non Teknis), manajemen
dan teknis konservasi yang sesuai dengan Studi Kelayakan Konservasi dan Studi Teknis
Konservasi serta rumusan stakeholder forum.
·
Tahap V : Tindakan Teknis Konservasi
(Teknis / Non Teknis) sebagaimana
yang telah ditentukan.
·
Tahap VI : Pasca pelestarian.
Sosialisasi lanjutan tentang pemanfaatan bangunan
Gedung Lawang Sewu bagi masyakarat
dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang Sewu bagi pengelola bangunan. Menyadari
bahwa warisan ini pada dasarnya tak terbarukan (non renewable) dan perlahan
tapi pasti akan punah, upaya pelestarian menjadikan para pemerhati yang peduli
akan nilai dan manfaat warisan budaya berupaya dan berpikir positif bahwa
masyarakat membutuhkan pembelajaran dan pembuktian. PT Kereta Api (persero)
dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin dituntut untuk menjadi pelopor di
bidang heritage management, salah satunya adalah melestarikan warisan budaya
dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya memperkokoh jati diri perusahaan
sekaligus sebagai bentuk Corporate Social Responsibility kepada
masyarakat.
Hal – hal yang telah dikerjakan :
I. Melakukan inventarisasi benda cagar budaya (bangunan dan non bangunan).
II. Untuk program nangunan ditetapkan pemugaran/perawatan Gedung Lawang Sewu
III. Tahapan yang dilakukan :
1.
Pendataan Kerusakan, bekerjasama dengan
Pusat Studi Urban Unit Heritage
Universitas Katolik Soegijapranata
2.
Awal Juni 2009 dilakukan uji praktek
pekerjaan pemugaran pada beberapa
ruangan dipandu oleh Paul Hunter dari New York University
3.
Awal Juni 2009 mengajukan ijin perbaikan
/ perawatan ke Dinas Tata Kota Pemkot
Semarang, dengan menyelesaikan beberapa kewajiban
;
a. Pembayaran PBB
b. Rekomendasi dari BP3 (Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala) Jawa Tengah
4.
Juli 2009 melakukan kerjasama dengan BP3
untuk melakukan studi teknis
perbaikan Gedung Lawang Sewu sekaligus untuk memenuhi
syarat perijinan.
5.
Telah dilakukan tahap awal perbaikan
hall dan lobby Gedung A (bagian atap
dan dinding) sebagai uji bahan & uji teknis pengerjaan
6.
September 2009, ijin dari BPPT (Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu )
Pemerintah Kota Semarang untuk perbaikan dan perawatan
Gedung Lawang Sewu. Sehingga setelah ijin keluar, maka dimulailah perbaikan dan perawatan Gedung Lawang
Sewu tahap selanjutnya, melalui Proses
Lelang.
7.
Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona A
akan bekerjasama dengan Departemen
Perdagangan Republik INdonesia
8.
Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona B
akan dikomersialkan
9.
Sistem management Gedung Lawang Sewu
akan dikelola secara profesional
terkait perawatan gedung, keamanan, promosi dan pemasaran oleh Unit Pelaksana Teknis dan seluruh pendapatan komersial merupakan pendapatan
Daerah Operasi 4 Semarang
Rencana pengembangan
gedung :
I. Gedung A (Zona A)
akan dimanfaatkan menjadi Exhibition Center (Lantai 1 &
Lantai 2), Perpustakaan (Lantai 1) dan Galeri (Lantai 3).
Lantai 1 & 2
Gedung A akan menjadi Exhibition Center bekerja sama dengan Departemen
Perdagangan Republik Indonesia. Exhibition Center tersebut terdiri dari
gerai-gerai eksebisi (yang dapat diisi booth atau stand pameran).
Beberapa Ruangan (2
Ruangan) pada Gedung A akan dimanfaatkan sebagai Perpustakaan Umum diharapkan
mampu menjadi sarana edukasi non formal bagi masyarakat sekitarnya.
Lantai 3 pada Gedung A
yang akan dimanfaatkan sebagai Galeri yang memamerkan benda-benda milik PT
Kereta Api (persero) dan juga koleksi daerah setempat yang memiliki nilai
histories
II. Gedung B (Zona B)
akan dimanfaatkan menjadi Retail, Ruang sewa untuk perkantoran, Food Hall &
Fitness Center.
Lantai 1 Gedung B
dimanfaatkan sebagai Retail (ruang yang disewakan untuk gerai).
Lantai 2 pada Gedung B
yang akan dimanfaatkan sebagai ruang sewa untuk Perkantoran.
Lantai 3 pada Gedung B
yang akan dimanfaatkan sebagai Food Hall & Fitness Center.
III. Gedung C (Zona C)
akan dimanfaatkan menjadi Kantor Unit Pelaksana Teknis Lawang Sewu, Pusat
Informasi dan Mushola.
IV. Gedung D (Zona D)
akan dimamfaatkan menjadi Area Utilitas Bangunan Lawang Sewu meliputi aspek
Mekanik,listrik dan Plumbing.
V. Zona F dan G akan
dimanfaatkan menjadi Inner Courtyard yang dapat dipergunakan
menjadi area multifungsi misalnya untuk garden party,gathering event dan lain
sebagainya.
VI. Zona H merupakan
lahan kosong yang akan dimanfaatkan sesuai dengan peraturan tata ruang kota
agar dapat terintegrasi secara urban khususnya dengan pemamfaatan gedung Lawang
Sewu
Sejarah Lawang Sewu
Pada tahun 1873, jalur kereta api
pertama di Indonesia rute Semarang – Solo – Yogyakarta termasuk jalur cabang
rute Kedungjati – Ambarawa, selesai dibangun. Keseluruhan jalur itu dibangun
dan dioperasikan oleh Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij (NIS),
perusahaan kereta api swasta yang berkedudukan di Den Haag (Belanda) yang
mendapat konsesi dari pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun berkikutnya jalur
kereta api itu berkembang dengan pesat. Pada tahun 1893, dibangun jalur kereta
api rute Yogyakarta – Brosot disusul rute Yogyakarta – Ambarawa melewati
Magelang dan Secang. Terakhir dibangun jalur kereta api rute Gundih – Surabaya
Pasar Turi sepanjang 245 kilometer.
Pertumbuhan jaringan rel milik NIS
yang pesat itu, dengan sendirinya diikuti oleh bertambahnya jumlah karyawan.
Salah satu akibatnya kantor pengelola yang semula berada di stasiun Samarang
tidak lagi memadai. Sebagai jalan keluar semenara NIS menyewa beberapa bangunan
milik perseorangan. Tapi ini jelas tidak efisien. Akhirnya, diputuskan untuk
membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatu ke lokasi (yang
ketika itu) berada di pinggi kota, di dekat kediaman residen.
Lokasi itu berada di sudut pertemuan
Bodjongweg (sekarang Jalan Pemuda) dan jalan raya menuju kota Kendal. Direksi
NIS di Den Haag menunjuk P du Rieu untuk merancang sebuah bangunan baru di
Semarang. Tapi belum sempat rancangan dibuat, du Rieu meninggal. Direksi NIS
kemudian menghubungi Professor Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag, arsitek di
Amsterdam (Belanda) untuk membuat rancangan kantor NIS di Semarang. Seluruh
proses perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian gambar-gambar hasil
rancangan itu dibawa ke Semarang.
Rancangan
Denah bangunan mirip hurul L,
membentuk halaman dalam (inner courtyard) di belakang bangunan. Di ujung
tenggara halaman itu terdapat bangunan percetakan, ruang mesin dan tempat
sepeda. Sesuai dengan filosofi NIS, direksi NIS memberi arahan bahwa bangunan
itu di satu sisi harus mengesankan kesederhanaan tapi di sisi lain juga harus
dirancang dengan baik. Sebagai catatan, filosofi yang sama juga nanti dipakai
dalam perancangan stasiun Semarang Tawang. Pengecualian di kantor NIS adalah
pada ruang penerima (entrance hall) di sudut bangunan yang sengaja dirancang
megah.
Mengacu pada design arsitektur
Indies, gedung ini dikelilingi selasar depan dan belakang (voorgalerij dan
archtergalerij) untuk melindungi bangunan dari sinar matahari secara langsung.
Ditengah-tengah bangunan membujur pula sebuah selasar lagi. Selain sebagai
jalur lalu lintas antar ruang, selasar tengah yang bermuara di ruang penerima
dan tangga utama juga berfungsi sebagai saluran udara untuk mendinginkan udara
di dalam bangunan. Dalam sistem sirkulasi udara gedung ini, ruang penerima
berfungsi sebagai cerobong udara untuk menyalurkan udara panas ke luar. Selain
sirkulasi udara, curah hujan tropis yang lebar juga mendapat perhatian dari
Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag.
Atap dibuat sedemikian rupa sehingga
agar kedap air, sekaligus untuk membuat ruang atap (solder atau attic) tetap dingain.
Menjaga ruang di bawah atap tetap kering dan sejuk menjadi penting karena
dokumen arsip disimpan di sini. Solusi yang dibuat adalah dengan membuat atap
ganda di atas ruang-ruang kantor, sebagai atap dalam, di bawah permukaan atap
luar. Ruang di bawah dua bidang atap tersebut terlihat dari luar sebagai
deretan bukaan yang ditutup kisi-kisi, diselingi jendela-jendela untuk
menerangi ruang di bawah atap.
Aliran udara di ruang di antara
kedua bidang atap diperlancar dengan adanya menara-menara ventilasi di puncak
atap. Peletakan kamar mandi dan toilet karena pertimbangan kesehatan dibangun
agak jauh di belakang, juga mengikuti kebiasaan di masa itu. Kamar mandi dan
toilet dilihat sebagai tempat yang selalu lembab sehingga potensial menjadi
tempat berkembangnya bibit penyakit sehingga harus dijauhkan dari ruang-ruang
lainnya.
Proses Pembangunan
Peletakan batu pertama pada 27
Februari 1904 diawali dengan upacara selamatan. Yang pertama kali dibangun
adalah rumah penjaga (concierge) dan percetakan, yang digunakan sebagai kantor
untuk Direksi NIS selama pembangunan masih berlangsung. Pembangunan gedung
utama masih menunggu perbaikan struktur tanah. Jenis tanah di lokasi tersebut
setelah ditest ternyata tidak mampu mendukung bangunan sebesar dan seberat itu.
Tanah harus diperbaiki dengan menggali sampai 4 meter dan menggantinya dengan
lapisan pasir vulkanis. Proses ini tentu saja memakan waktu dan biaya. Pada 1
Juli 1907, kantor NIS ini selesai dibangun. Tanpa upacara peresmian, gedung itu
segera dguakan. Selama masa pembangunan, setiap hari dikerahkan sekitar 300
pekerja.
Elemen estetika dan
bahan bangunan
Kantor NIS dihiasi berbagai ornament
karya seniman dan pengrajin terkenal dari Belanda di masa itu. Di ruang
penerima terdapat kaca patri buatan JL Schouten dari studio t’ Prinsenhof di
kota Delft. Kaca patri ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik utama
gedung ini. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi ornament tembikar karya HA
Koopman dan dibuat di pembakaran tembikar Joost Thooft dan Labouchere. Kubah
kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga sedangkan puncak menara
dihiasi hiasan perunggu karya L Zijl.
Kecuali batu bada dan kayu, semua
bahan bangunan yang dipakai untuk gedung ini (di luar pondasi) diimport dari
Eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan dari tambang batu granit di
pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granis sebanyak sekitar 350 m3 ini
telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan sesuai ukuran dalam gambar,
sehingga ketika tiba di Semarang selanjutnya dipasang tanpa perlu ada
penyesuaian. Karena sarana transportasi pada masa itu belum secanggih sekarang,
sering terjadi kelambatan pengiriman yang pada gilirannya mengganggu jadwal
penyelesaian bangunan. Belum lagi kesulitan ketika membongkar di pelabuhan dan
membawanya ke lokasi proyek. Terdapat oranamen relief di atas pintu utama.
Relief ini menggambarkan rida kereta api bersaya yang sampai masa Djawatan
Kereta Api (DKA) merupakan lambang perusahaan kereta api tersebut. Di atas rida
bersayap terdapat relief makare seperti yang ada di candi-candi di pulau Jawa.
Tidak diketahui siapa seniman pembuatnya.
Sayap baru
Beberapa tahun setelah berdiri,
bangunan ini dirasa tidak memadai lagi. Diputuskan untuk memperluasnya dengan
membangun saya baru di sisi timur laut. Rancangan bangunan ini berukuran 23
meter X 77 meter sekilas nampak mirip dengan bangunan sebelumnya.
Pendataan Kerusakan
Gedung Lawang Sewu
Dari pekerjaan
pendataan kerusakan gedung lawang Sewu, khususnya bangunan A dan C, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.
Degradasi pada kedua gedung tersebut
dapat dikategorikan menjadi 2 (dua)
hal, yaitu :
a.
Kerusakan (decay)
Adalah kerusakan yang disebabkan
oleh faktor manusia atau faktor mekanik,
kedua faktor tersebut banyak terdapat dalam keseluruhan bangunan. Sebagai contoh, karena kesengajaan atau ketidaktahuan manusia maka pengambilan elemen dipindahkan
dari tempat aslinya sehingga menyebabkan
terganggunya keaslian (otentisitas) bangunan, akibatnya
terjadi kerusakan lebih lanjut. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor mekanik adalah kerusakan yang
menyebabkan bahan penyusun berubah
dari kondisi aslinya (bentuk, volume dan lain-lain). Misal, pecahnya bahan penutup lantai atau
keramik dinding akibat benturan, pengelupasan
plester dinding oleh tangan manusia dan sebagainya.
b.
Pelapukan (deterioration)
Adalah berubahnya bahan penyusun
akibat pengaruh alam, sinar matahari, angina,
air laut, curah hujan dan kelembaban sehingga menyebabkan kerusakan karena melemahnya (degradasi) bahan
penyusun tersebut. Misal,
langit-langit pada bangunan membujur pula sebuah selasar lagi.
Selasar di lantai 2 gedung A
yang terbuah dari bahan organic (kayu jati) menjadi
rapuh karena penutup atap tidak rapat sehingga saat hujan air selalu membasahi kayu tersebut.
Terurainya komponen dari bahan organic menyebabkan
degradasi bahan penyusun sehingga mempengaruhi keindahan,
volume dan berat dari bahan itu sendiri. Dari pendataan tersebut diketahui baha secara garis besar, gedung Lawang Sewu mengalami degradasi bahan penyusun disebabkan
karena pelakukan yang disebabkan
factor klimatologi/cuaca (dipengaruhi oleh keadaan fisik dari atmosfir pada sauatu waktu di suatu
daerah). Keadaan atmosfir ini sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain : Suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, curah hujan serta arah
dan kecepatan angin.
2.
Secara arkeologi, temuan-temuan penyebab
kerusakan berdasarkan artefak dan matriks dapat dijadikan bukti
kuat bahwa sistem teknologi pada waktu
itu menjadi salah satu cirri
kebudayaan wal abad 20 di Indonesia.
3.
Berdasarkan referensi dengan cara
meletakkan arkeologi sejarah (historical
archeology) pada kontels pembangunan gedung Lawang Sewu, dapat diketahui
urutan pembangunannya, teknologi yang dipakai,
sistem management yang dilakukan yang
sanggup menjawab bagaimana bangunan yang telah berusia lebih dari satu abad dapat bertahan dengan amat baik.
4.
Secara arsitektural, dapat dikatakan
semua prinsip perancangan masih utuh,
missal: belum terjadi perubahan proporsi akibat peninggian tanah. Namun secara detail, sudah cukup banyak kehilangan otentisitas, missal
lengkung depan atas bekas symbol bintang
saat dipakai untuk keperluan militer, sebelumnya adalah hiasan yang terbuat dari tembikar, pecahnya kata patri di
bagian tertentu, hilangnya daun
pintu, hilangnya daun jendela, ditutupnya dinding
dengan dinding baru, hilangnya beberapa grendel, slot pintu, engsel serta aksesoris lainnya, hilangnya kayu-kayu
konstruksi.
5.
Cukup banyak ditemui kerusakan yang
disebabkan oleh manusia, hal ini
tentu bias disebut kerusakan terstruktur karena munculnya kerusakan tersebut disebabkan secara
struktural: pemilik bangunan, pemerintah
kota serta masyarakat yang kurang peduli terhadap bangunan bersejarah tersebut. Hal ini merupakan penyebab kerusakan yang harus segera diatasi.
Maka diperlukan management tersendiri
untuk mencegah tindakan kerusakan, misal :
a.
memberikan petunjuk dan peringatan yang
disertai dengan upaya pemahaman akan arti penting nilai dan makna
dari sebuah gedung Lawang Sewu.
b.
Meningkatkan kesadaran masyarakat (baik
pemilik maupun pengguna) tentang fungsi
dan guna bangunan bersejarah. Dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk
mendapatkan akselerasi pemahaman kebudayaan secara
komprehensif.
c.
Melalui unit terkait melakukan tindakan
penyelamatan baik secara teknis maupun non teknis.
Catatan Redaksi:
artikel-artikel mengenai gedung Lawang Sewu disarikan dari tulisan Kriswandono,
dosen Universitas Katolik Soegijopranoto, Semarang.
sumber : http://satriandhika.blogspot.co.id/